Senin, 23 Juni 2014

Evaluasi Formatif pada Penelitian Pengembangan

Penelitian pengembangan biasanya menghasilkan produk berupa program atau perangkat pembelajaran yang dalam pengembangannya dilakukan evaluasi formatif. Dalam aspek yang dievaluasi, instrumennya dan langkah-langkahnya!

Penelitian pengembangan

Menurut Gay (1990) Penelitian Pengembangan adalah suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah, dan bukan untuk menguji teori. Sedangkan Borg and Gall (1983:772) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai berikut:
Educational Research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational products. The steps of this process are usually referred to as the R & D cycle, which consists of studying research findings pertinent to the product to be developed, developing the products based on these findings, field testing it in the setting where it will be used eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the filed-testing stage. In more rigorous programs of R&D, this cycle is repeated until the field-test data indicate that the product meets its behaviorally defined objectives.
Penelitian Pendidikan dan pengembangan (R & D) adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Langkah-langkah dari proses ini biasanya disebut sebagai siklus R & D, yang terdiri dari mempelajari temuan penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan ini, bidang pengujian dalam pengaturan di mana ia akan digunakan akhirnya , dan merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam tahap mengajukan pengujian. Dalam program yang lebih ketat dari R & D, siklus ini diulang sampai bidang-data uji menunjukkan bahwa produk tersebut memenuhi tujuan perilaku didefinisikan.

Seals dan Richey (1994) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan, pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas, kepraktisan, dan efektifitas. Sedangkan Plomp (1999) menambahkan kriteria “dapat menunjukkan nilai tambah” selain ketiga kriteria tersebut.
Van den Akker dan Plomp (1993) mendeskripsikan penelitian pengembangan berdasarkan dua tujuan yakni
Pengembangan prototipe produk
Perumusan saran-saran metodologis untuk pendesainan dan evaluasi prototipe produk tersebut.
Sedangkan Richey dan Nelson (1996) membedakan penelitian pengembangan atas dua tipe sebagai berikut.
Tipe pertama difokuskan pada pendesaianan dan evaluasi atas produk atau program tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang proses pengembangan serta mempelajari kondisi yang mendukung bagi implementasi program tersebut.
Tipe kedua dipusatkan pada pengkajian terhadap program pengembangan yang dilakukan sebelumnya. Tujuan tipe kedua ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang prosedur pendesainan dan evaluasi yang efektif.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan. Produk yang dihasilkan antara lain: bahan pelatihan untuk guru, materi belajar, media, soal, dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran.

Evaluasi formatif

Evaluasi Formatif melibatkan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan menggunakan informasi ini sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut. Metode Evaluasi formatif tegantung pada teknis (isi) review dan tutorial, uji coba kelompok kecil atau besar. Instrument pengumpulan data informal biasanya seperti lembaran observasi, wawancara dan test pendek. evaluasi formatif membutuhkan pertimbangan perhatian untuk menyeimbangkan penilaian kualitatif dan kuantitatif.

Aspek yang dinilai dalam evaluasi  pada penelitian pengembangan adalah kevalidan produk, kepraktikalitas produk, dan kefektifan produk.

a.       Kevalidan produk/ validasi

Tahap validasi ini dimulai dengan analisis pendahuluan dan penilaian para pakar yang ahli dibidang kajian yang sedang di teliti, minimal ada tiga para ahli yang melakukan proses validasi terhadap produk yang dikembangkan. Validasi bertujuan untuk mendapatkan masukan terhadap keseluruhan tampilan dan sistematis dari produk yang dikembangkan. Dari hasil validasi tersebut kemudian peneliti melakukan analisis. Bila hasil analisis  belum valid, maka dilakukan revisi setelah itu dilakukan uji coba terbatas pada subjek penelitian.

b.      Kepraktikalitas produk

Praktikalitas adalah tingkat keterpakaian perangkat/produk dalam kegiatan pembelajaran, yaitu melaksanakan percobaan terhadap produk yang telah dikembangkan yang telah direvisi berdasarkan penilaian validator. Praktikalitas dilakukan oleh praktisi yaitu guru yang bertujuan untuk mendapatkan penilaian, komentar dan saran mengenai pemahaman praktisi terhadap produk yang dikembangkan. Produk yang dikembangkan memiliki praktikalitas yang tinggi apabila bersifat praktis, artinya  mudah digunakan dan mudah di operasikan.

c.       Kefektifan produk

Keefektifan adalah tingkat seberapa efektif produk untuk digunakan nantinya. Kefektifan produk yang dikembangkan dapat dilihat dari lembar observasi yang diberikan kepada guru dan siswa. Kefektifan dapat diukur, apabila produk yang dikembangkan tidak membutuhkan biaya yang banyak dalam memproduksinya, dan tidak dibutuhkan waktu yang lama dalam memproduksi produk, serta seberapa bergunanya produk yang dikembangkan dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Tahap evaluasi formatif :

1.      Self Evaluation

Analisis
Tahap ini merupakan langkah awal penelitian pengembangan. Peneliti dalam hal inin akan melakukan analisis siswa, analisis kurikulum, dan analisis perangkat atau bahan yang akan dikembangkan.

Desain
Pada tahap ini peneliti akan mendesain perangkat yang akan dikembangkan yang meliputi pendesainan kisi-kisi, tujuan, dan metode yang akan di kembangkan. Kemudian hasil desain yang telah diperoleh dapat di validasi teknik validasi yang telah ada seperti dengan teknik triangulasi data yakni desain tersebut divalidasi oleh pakar (expert) dan teman sejawat.  Hasil pendesainan ini disebut sebagai prototipe pertama.

2.         Prototyping

Hasil pendesainan pada prototipe pertama yang dikembangkan atas dasar self evaluation diberikan pada pakar (expert review) dan siswa (one-to-one) secara paralel. Dari hasil keduanya dijadikan bahan revisi. Hasil revisi pada prototipe pertama dinamakan dengan prototipe kedua.

Expert Review
Pada tahap expert review, produk yang telah didesain dicermati, dinilai dan dievaluasi oleh pakar. Pakar-pakar tadi menelaah konten, konstruk, dan bahasa dari masing-masing prototipe. Saran–saran para pakar digunakan untuk merevisi perangkat yang dikembangkan. Pada tahap ini, tanggapan dan saran dari para pakar (validator) tentang desain yang telah dibuat ditulis pada lembar validasi sebagai bahan merevisi dan menyatakan bahwa apakah desain ini telah valid atau tidak.

One-to-one
Pada tahap one-to-one, peneliti mengujicobakan desain yang telah dikembangkan  kepada siswa/guru yang menjadi tester. Hasil dari pelaksanaan ini digunakan untuk merevisi desain yang telah dibuat.

Small group
Hasil revisi dari expert dan kesulitan yang dialami pada saat uji coba pada prototipe pertama dijadikan dasar untuk merevisi prototipe tersebut dan dinamakan prototipe kedua kemudian hasilnya diujicobakan pada small group. Hasil dari pelaksanaan ini digunakan untuk revisi sebelum diujicobakan pada tahap field test. Hasil revisi soal berdasarkan saran/komentar siswa pada small group dan hasil analisis butir soal ini dinamakan prototipe ketiga.

3.       Field Test

Saran-saran serta hasil ujicoba pada prototipe kedua dijadikan dasar untuk merevisi desain prototipe kedua. Hasil revisi diujicobakan ke subjek penelitian dalam hal ini sebagai uji lapangan atau field test.Produk yang telah diujicobakan pada uji lapangan haruslah produk yang telah memenuhi kriteria kualitas. Akker (1999) mengemukakan bahwa tiga kriteria kualitas adalah: validitas, kepraktisan, dan efektivitas (memiliki efek potensial).

Teknologi Pendidikan


Definisi Teknologi Pendidikan AECT (Assosiation for Educational Communication and Technology)

Tahun 1994 AECT mengeluarkan definisi lagi yang ditulis oleh Seels dan Richey dalam buku Instructional technology: The definition and domains of the field. Menyebutkan “instructional technology is the thory and practice of design, development, utilization, management, and evaluastion of process and resources for learning” (Seel dan Richey, 1994). Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dari perancangan pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi pada proses dan sumber untuk belajar.

Definisi terbaru tahun 2008 merupakan  pengembangan dari kawasan sebelumnya, dan tiap kawasan berlanjut perkembangannya.  Definisi 2008 sudah lebih spesifik karena menekankan pada studi & etika praktek.  Berikut definisi Teknologi Pendidikan dari AECT Tahun 2008 “Educational Technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological process and resources”. Teknologi Pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.

Definisi yang diwarnai dengan  konsep kawasan Teknologi Pendidikan adalah suatu tujuan yang berorientasi pada pendekatan sistem pemecahan masalah memanfaatkan peralatan, teknik, teori, dan metode dari berbagai banyak bidang pengetahuan, yakni untuk:
a.      Merancang, mengembangkan, dan menilai, efektifitas dan efisiensi sumber manusia dan mesin dalam hal          untuk memfasilitasi dan mempengaruhi semua aspek pembelajaran.
b.     Pedoman untuk perubahan suatu sistem dan praktek dalam hal untuk menjadi bagian dalam        
        mempengaruhi arus perubahan dalam kehidupan sosial.

Jadi pengertian TP 1994 dan pengertian TP 2008 bahwa sebenarnya konsep kawasannya masih sama, hanya redaksi bahasanya yang berbeda. Intinya kawasan TP 1994 dengan kawasan TP 2008 berkesinambungan antara kedua.

B. Perkembangan TP (Teknologi Pendidikan) dengan kaitannya inovasi pada teknologi rekayasa (Engineering Technology)

Dalam perkembangan TP terkait erat dengan perkembangan dan inovasi yang terjadi pada teknologi rekayasa (engineering technology). Dimana teknologi rekayasa adalah bidang studi yang berfokus pada penerapan teknik dan teknologi modern, bukan teoritis.  Rekayasa Teknologi pada umumnya mencakup instruksi dalam berbagai teknik fungsi dukungan untuk penelitian, produksi, dan operasi, dan aplikasi pada spesialisasi teknik tertentu. Rekayasa berasal dari penerjemahan kata ‘Engineering’. Arti dari engineering yaitu bidang, seni dan profesi yang menerapkan teknis, ilmiah dan pengetahuan matematika dalam merancang dan mengimplementasikan materi, struktur, mesin, peralatan, sistem, dan proses agar dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan.

Engineering merupakan bidang yang luas sehingga dipecah sesuai dengan bidang masing-masing. Hal ini dapat dicontohkan di perguruan tinggi kita, antara lain teknik informatika, teknik industri, teknik kimia, sistem komputer, sistem informasi, teknik sipil, teknik elektro, desain produk, dan lain-lain. Tetapi meskipun dilatih untuk satu bidang tertentu, seorang lulusan dalam bidang engineering, pada praktek dilapangan tentu dihadapkan dengan permasalahan yang multidisiplin.
Teknologi rekayasa merupakan perubahan pada  revolusi keempat perkembangan TP,  pada revolusi ini berlangsung dengan perkembangan yang pesat dibidang elektronik. Yang paling menonjol adalah media komunikasi (radio, televisi, tape, komputer, internet, dll). Dengan pesatnya perkembangan elektronik, pendidikan mulai difokuskan pada mengajar anak didik tentang bagaimana belajar.
Lumsdaine (1964) menyatakan tentang pengaruh teknologi dan kerekayasaan dalam bidang teknologi pendidikan. contohnya, dari kimia ditemukan litografi dan fotografi (yang juga dipengaruhi optik); dari rekayasa mekanik ditemukan mesin cetak dan peralatan proyeksi; sedangkan penggabungan dari mekanik, optik, elektrik, dan elektronik maka dihasilkan gambar hidup, alat perekam, radio, televisi, mesin pembelajaran dan komputer.

C. Definisi Resource  by design dan resource by utilization

Jenis sumber daya yang tersedia untuk membantu memfasilitasi pembelajaran, pernyataan definisi 1972 (AECT) membuat perbedaan berguna antara sumber desain dan sumber daya pemanfaatan:
beberapa sumber daya yang dapat digunakan untuk memfasilitasi belajar karena dirancang khusus untuk mencapai tujuan. ini biasanya disebut " bahan sumber  pembelajaran".  Sumber-sumber lain ada sebagai bagian dari dunia normal, sehari-hari, tetapi dapat yang  ditemukan,diterapkan, dan digunakan untuk keperluan belajar. ini kadang-kadang disebut "sumber daya dunia nyata". Dengan demikian, beberapa sumber daya dijadikan sumber oleh desain dan orang lain menjadi sumber  belajar dengan pemanfaatan pembelajaran. perbedaan ini penting karena itu membuat jelas posisi "pembelajaran bebas, dunia nyata" sumber desain sebagai wilayah perhatian untuk teknologi pendidikan.
Tanpa definisi inklusif ini, "sumber dunia nyata " tidak selalu dimaksudkan untuk penggunaan pembelajaran  mungkin bahkan tidak dapat dianggap sebagai sumber daya. gagasan ini dinyatakan dengan jelas dalam definisi 1994: "sumber sumber dukungan untuk belajar, termasuk dukungan sistem dan bahan pembelajaran dan lingkungan sumber daya dapat termasuk apa pun yang tersedia untuk membantu individu belajar dan melakukan kompeten (seels & richey, 1994) penting untuk menyertakan" sumber pemanfaatan"dalam definisi saat ini, terutama dengan peningkatan yang signifikan dalam penggunaan sumber daya dalam lingkungan belajar yang kaya akan jenis informasi. Eksplorasi di program televisi publik seperti Kitchen Chemistry dan Backyard Geologi, misalnya, tergantung pada sumber daya yang awalnya tidak dimaksudkan untuk menjadi pendidikan, seperti baking soda dan cuka. Apakah hal tersebut berupa analog atau digital, digunakan oleh desain atau pemanfaatan, sumber memainkan peran integral dalam memfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja.
Berikut ini perbedaan antara resource by design dan resource by utilization, beserta contohnya:
a.       Sumber belajar yang dirancang  (resources by design) ialah sumber belajar  yang  secara khusus    
          dirancang dan dikembangkan  sebagai  suatu komponen dalam sistem pembelajaran  untuk    
          memberikan fasilitas belajar yang bersifat terarah.
          Contoh : Buku pelajaran, Modul,  CD interaktif tutorial multimedia.
b.      Sumber belajar yang dimanfaatkan (resources by utilization) yaitu sumber belajar yang tidak didesain
         secara  khusus untuk keperluan pembelajaran, namun keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan  
         dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
         Contoh : Surat kabar, siaran televisi, perpustakaan, museum, dan lingkungan.

D.  Anderson merevisi taksonomi Bloom tentang hasil belajar dengan:

a.      Menggunakan kata kerja sebagai pengganti kata benda pada taksonomi bloom
b.      Menempatkan “ evaluation” pada tingkatan ke-5 dan mengganti “synthesis” dengan “create” dan  
         menempatkannya pada tingkatan ke-6.

Revisi Anderson taksonomi Bloom tentang hasil belajar
a.       Perubahan dari kata benda ke kata kerja karena taksonomi perlu mencerminkan berbagai bentuk atau          cara berpikir dalam proses yang aktif . oleh karena itu, kata kerja lebih sesuai daripada kata benda    
         ”misalnya pengetahuan”, merupakan hasil berpikir bukan cara berpikir, sehingga direvisi menjadi      
         “mengingat” yang menunjukkan proses berpikir pada tingkat awal.
b.      Kunci perubahan ini terutama terkait dengan termonologi. Menurut Anderson dan Krathwohl istilah                knowledge, comprehension, application dan selanjutnya tidak menggambarkan penerapan hasil
         belajar.

Oleh karena itu mengusulkan penggunaan terminologi berbentuk mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, menilai, dan menciptakan . Terminology ini  lebih menggambarkan kompetensi secara spesifik. Kata- kata ini memiliki arti sebuah kemampuan sebagai hasil dari proses belajar dengan kegiatan,seperti : membaca, mendengar, melakukan dan sejenisnya.

Dalam tabel terlihat perbedaan adanya revisi susunan tingkat kompetensi dan menambahkan satu istilah untuk kompetensi kognitif tertinggi yaitu create.  Anderson dan Krathwohl berasumsi bahwa kemampuan mensintesis merupakan kompetensi tertinggi karena merupakan  akumulasi dari kelima kompetensi lainnya. Dengan alasan itu mereka memindahkan kompetensi tersebut pada posisi puncak domain kognitif tapi mengubah istilah menjadi create (mencipta).
Tabel taksonomi Bloom dan Anderson
               
                                           Bloom                                                Anderson

                                       Pengetahuan                                          Menigingat
                                       Pemahaman                                           Memahami
                                       Penerapan                                             Menerapkan
                                       Analisis                                                 Menganalisis
                                       Sintesis                                                 Menilai
                                       Penilaian                                               Mencipta

Dapat disimpulkan bahwa taksonomi revisi Anderson menggambarkan kompetensi hasil belajar lebih rinci dan komprehensif. Ada baiknya taksonomi ini mulai dipahami secara mendalam dan diaplikasikan dalam perumusan tujuan pembelajaran. Diharapkan hasil belajar sampai tingkat tertinggi yaitu kreasi. Hal ini akan mengarahkan pembelajaran kepada kegiatan-kegiatan nyata yang yang bermakna . Jangan sampai pembelajaran terus menerus seperti sekarang yang miskin dengan bukti nyata hasil belajar. Kedepan diharapkan para peserta diuji kelulusannya tidak hanya berdasarkan nilai ujian tulis melainkan dari produk yang dihasilkan.